SULUT – Menghadapi masa tenang pemilihan kepala daerah (Pilkada 2024) pers dituntut bekerja profesional dalam menyampaikan produk pemberitaan kepada masyarakat.
Hal itu terungkap dalam kegiatan diskusi terbatas terkait sosialisasi pengawasan masa tenang pemungutan dan penghitungan suara pada Pilkada 2024.yang dilaksanakan Bawaslu Sulut bersama Forum Wartawan DPRD Sulut di rumah kopi Billy kawasan Mega Mas, Jumat, (22/11/24).
Wartawan senior Wirabuana Talumewo mengapresiasi sinergitas Bawaslu dan pers bahkan memberi ruang bagi jurnalis melakukan pengawasan pada setiap tahapan pilkada.
“Kegiatan ini sangat positif apalagi menghadapi masa tenang 23 – 26 November mendatang serta bagaimana mewujudkan Pilkada berjalan sukses, ” kata Wirabuana.
Dikatakannya, tantangan dan tanggung jawab sebagai jurnalis profesional terutama pada momentum pilkada harus dikedepankan meski di satu sisi media bagian dari usaha bisnis.
“Bagaimana kita mengelaborasi antara profesionalisme dan bisnis, media harus memberitakan fakta berimbang terutama pemberitaan terkait Pilkada,” tandasnya.
Peran pengawasan media diharapkan dapat memberikan informasi yang transparan dan akurat.
“Pers merupakan bagian penting suksesnya pelaksanaan Pilkada,” tandasnya.
Disisi lain Eka Egetan jurnalis media online Manado express.id yang menyampaikan materi terkait potensi pelanggaran pemilihan pada masa tenang, mengajak insan pers bersama-sama penyelenggara untuk terus tahapan tersebut yang merupakan masa jedah dengan tujuan memberi kesempatan bagi para pemilih berpikir secara tenang dan objektif.
“Masa tenang ini bagian dari tahapan pemilu yang diatur dalam Pasal 167 ayat (4) UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum ya harus dipatuhi bersama, masa tenang tidak ada aktifitas terkait kampanye hiruk – pikuk yang berkaitan dengan kegiatan pilkada tidak ada kalau ada aktifitas berarti pelanggaran, ” jalan Eka.
Sementara itu Salman Saelangi, anggota KPU Sulut, mengungkapkan bahwa pelaksanaan Pilkada harus dilakukan dengan baik, serta menghindari potensi pelanggaran yang dilakukan penyelenggara, serta pihak pasangan calon.
Pelanggaran pemilu kurang maka potensi gugatan ke MK jadi kecil, sebaliknya banyak pelanggaran maka potensi gugatan besar,” kata Salman Saelangi.
Ia menambahkan, di kondisi tak terduga misalnya Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pemungutan suara ulang di daerah tertentu, harus dipastikan ketersediaan anggaran.
“Soal anggaran tanggung jawab daerah bersangkutan, KPU hanya menjalankan karena manfaat hasil pemilihan kepala daerah untuk daerah. Misalnya, MK putuskan PSU anggaran tidak ada, sesuai aturan KPU bisa hentikan proses,” tukas Salman Saelangi didampingi moderator Rudi Lalonsang, Kabid KPU Sulut (tem)